Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bersama  dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) melakukan riset mengenai industri perfilman di Indonesia. Hasil riset menunjukkan, salah satu kendala suksesnya industri perfilman Indonesia adalah aksi pembajakan. Dampak pembajakan film menyebabkan hilangnya pendapatan di industri perfilman Indonesia sejumlah Rp 31 miliar hingga Rp 636 miliar per tahun.

Keadaan Perfilman Indonesia Saat Ini, Cukup Meresahkan!

Sungguh angka yang cukup fantastis. Angka sebesar itu sebenarnya bisa untuk dialokasikan ke biaya produksi film baik dengan mendukung tenaga ahli sinematografi handal, membeli perabotan kamera yang memiliki teknologi lebih tinggi untuk menghasilkan film yang lebih apik, hingga menggaet beberapa aktor yang terampil.

Pembajakan ini dilakukan dengan jalan membuat salinan film asli dalam bentuk fisik yakni DVD. Lalu salinan fisik ini diperjualbelikan di lapak-lapak kecil di pinggiran jalan. Jelas CD bajakan ini memiliki banyak peminat karena membeli CD bajakan lebih murah dan film dapat ditonton kapanpun di rumah.

Selain itu, bentuk pembajakan film bisa juga berupa non-fisik yakni disebarkan melalui website yang semua orang bisa mengaksesnya dengan menonton secara online atau bisa juga mengunduhnya terlebih dahulu. Situs-situs semacam ini ada yang berbayar dan juga yang gratis. Jika yang berbayar, keuntungan diambil dari komisi pelanggan per bulannya, sedangkan yang gratis berasal dari iklan-iklan tak wajar dan safelink.

Fenomena semacam ini tentu menjadi tamparan keras bagi industri film tanah air. Film-film berkualitas yang digarap, tentu tak membutuhkan modal yang tak sedikit. Jika saja pemasukan yang didapat dari film kurang dari modal yang dikeluarkan, tentu sangat menohok para produser dan membuat kehilangan semangat dalam mencetak fil-film berkualitas lagi.

Ketua Umum APFI Fauzan Zidni, mengatakan pembajakan ini sangat merugikan bagi industri film. Tidak hanya merugikan secara material tetapi juga secara moral. Secara material sudah jelas mengurangi profit. Secara moral yakni merosotnya semangat produser film dalam mencetak film-film berkualitas.

Baca :   Hingga Ratusan Miliar, Berikut 6 Daftar Nama Domain Termahal di Dunia

Pembajakan sangat sulit untuk dihilangkan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dari tahun ke tahun. Jika menengok tahun 2015, Kemenkominfo telah memblokir 22 situs download film bajakan. Namun sayangnya, upaya itu hanyalah riak kecil bagi pembajak film. Pasalnya, hingga tahun 2018, banyak sekali bermunculan kembali situs-situs film bajakan baru. Upaya pemblokiran film ternyata masih kurang efektif karena mudah sekali untuk membuat website film.

Jika menilik ke konsumen, tentu kita tak bisa menyalahkan sepenuhnya minat mereka terhadap film bajakan. Harga tiket bioskop yang tertaut mahal membuat mereka berpikir dua kali untuk membelinya. Kebutuhan hidup saja masih susah, buat apa menghabiskan uang hanya untuk duduk di sofa sambil menonton layar tancap? Keadaan seperti ini yang membuat mereka tak pernah menonton film di bioskop.

Selain itu, kurang meratanya pembangunan bioskop di daerah juga menjadi salah satu kendala. Masyarakat yang tidak hidup di kota besar tentu harus melakukan perjalanan jauh jika ingin ke bioskop. Tentu akan membutuhkan uang lebih banyak untuk transportasi menuju ke kota.

Jika keadaan seperti ini berlarut-larut, maka industri perfilman di negara ini lama kelamaan bisa jadi akan terhenti pada satu titik dan kita tidak akan bisa menikmati film-film garapan produser tanah air lagi. Tentu kita tak ingin hal ini terjadi bukan?

Maka dari itu, meleknya pemerintah pada aksi pembajakan film ini sangat diperlukan. Baik dengan cara memangkas harga tiket bioskop, membangun bioskop-bioskop di berbagai daerah, hingga menuntaskan pelaku pembajak film. Tidak hanya dengan membentuk undang-undang saja, tetapi dengan mematikan dalang di balik aksi pembajakan film.

Selain itu, jika pemerintah melangkah dalam aksi ini, tentu masyarakat Indonesia wajib menyambut dengan baik itikad tersebut. Caranya dengan menonton film di bioskop terdekat dan mengajak orang terdekat mereka. Jika kerja seperti itu benar-benar terealisasi, maka perfilman Indonesia akan maju, bahkan tak menutup kemungkinan bisa mengungguli pamor perfilman Hollywood.